1 Ru Berapa Meter + Pengalaman Beli Tanah

luas tanah 1 ru berapa meter persegi
Sebagai seorang yang tinggal di Jawa Timur, aku sering mendengar istilah Ru, satuan luas tanah yang tidak ada di pelajaran Matematika. Awalnya aku tak terlalu peduli tentang apa itu ru, hingga suatu saat ada rejeki membeli tanah sendiri.

Si pemilik tanah menawarkan tanah petok belum sertifikat (tepatnya sedang proses PRONA), dia bilang tanahnya itu 1 kotak sawah atau 100 ru. Spontan aku tanya 1 ru berapa meter? Dia pun menjawab totalnya 1400 m².

Tak langsung percaya akupun mencari informasi di internet, berikut ini adalah perhitungan lengkap yang diambil dari situs wikipedia,
1 ru = 3,75 m x 3,75 m = 14,0625 m²
Kebanyakan orang menganggap satu ru itu 14 meter persegi supaya lebih mudah ngitungnya. Di daerah lain ru sering disebut ubin, ada juga yang tumbak. Walaupun berbeda istilah tapi ketiganya memiliki luas yang sama yaitu 14,0625 m².

Di atas ru ada beberapa satuan lain yang konon sudah digunakan untuk menghitung luas lahan pertanian padi, jagung dan kedelai sejak jaman Hindia Belanda. Mungkin kakek nenek anda tau istilah di bawah ini,
1 sangga = 5 ru
1 prowolon = 31,25 ru
1 sidu (paron) = 62,5 ru
1 iring = 125 ru
1 lupit = 250 ru
1 bau (bahu, bouw) = 500 ru =  7.031,25 m²
Istilah di atas sudah jarang dipakai karena masyarakat modern lebih mengenal meter yang diajarkan melalui pendidikan sekolah. Apalagi dalam sertifikat tanah yang digunakan adalah satuan m² (meter persegi).

Selain itu proses menghitung luas tanah dengan m² juga lebih mudah. Misal ada sebidang lahan sawah, orang pertanahan pasti mengukur pakai meteran tancap. Belakangan banyak yang menggunakan Theodolit.

Mereka mengambil lebar muka dan panjang ke belakang lalu dikalikan sehingga mendapat ukuran luas dalam meter persegi. Jika pakai ru kita harus membagi lagi dengan 14 m².

Itulah penjelasaan singkat untuk menjawab pertanyaan 1 ru itu berapa meter persegi. Kalau boleh memprediksi kemungkinan istilah ini bakal hilang dan digantikan m² karena sebab yang sudah dijelaskan di atas. Istilah lain yang lebih populer seperti hektar (10000 m²) dan are (100 m²)


Cerita Beli Tanah Hingga Pecah Sertifikat

Balik lagi ke ceritaku tadi, akhirnya aku hanya membeli setengah saja karena dana tidak cukup untuk 100 ru. Otomatis ketika jual beli kemarin beli 50 ru = 700 m². Negonya berat penjual ngotot minta mahal padahal tanah sawah, alasannya pinggir jalan dan deket fasilitas publik.

Ohya di awal si pemilik tanah bilang tanahnya 100 ru tapi ternyata di sertifikat hanya 1370-an m². Proses pembuatan PRONA ini lama banget, aku harus menunggu sekitar 1 tahun setelah proses jual beli.

Jujur sempet mak deg, aku kemarin beli hanya separuh kalau sesuai sertifikat artinya 685 m² = 48,9 ru. Beda hanya 1 ru tapi lumayan duitnya, untungnya sang pemilik jujur dimana aku tetap dapat 700 m² sedangkan sisanya 670 m².

Btw tanah separuh sisanya tadi sudah kejual, akhirnya kita bertiga pergi ke Notaris untuk mengurus sertifikat. Ternyata prosesnya bikin pusing, butuh waktu lama dan harus bayar lagi. Padahal cuma kertas beberapa lembar tapi mahal juga hahahaha.

Proses yang aku jalani untuk mendapatkan sertifikat tanah,

1. Membayar pajak jual beli
Penjual Tanah membayar Pph (Pajak Penghasilan), menghitungnya 2,5% x Harga tanah yang disepakati.

Pembeli membayar BPHTP (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), menghitungnya 5% x (Harga tanah yang disepakati - Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP))

Perlu diingat besarnya NPOPTKP berbeda setiap daerah, untuk Kabupaten Magetan pada tahun 2019 itu Rp. 60.000.000. Misal saat jual beli 700 m², penjual dan pembeli sepakat dengan harga 210.000.000 juta.

Menghitungnya,
Penjual membayar Pph 2,5% x Rp.210.000.000 = Rp 5.250.000
Pembeli membayar BPHTP 5% x (Rp.210.000.000 - Rp.60.000.000) = 5% x 150.000.000 = Rp.7.500.000

Selain membuat kesepakatan harga tanah, sebelum membeli kita juga harus sepakat siapa yang akan bayar pajak. Memang seharusnya ditanggung masing-masing namun kadang ada penjual yang siap menanggung pajak termasuk balik nama sebagai bentuk promo supaya tanah cepat laku.

Nah sialnya aku kemarin transaksi dengan tetangga sendiri dan deal tanpa bayar pajak. Bukan tak mau lebih tepatnya belum paham. Pas ke notaris beliau ini tidak mau bayar, akhirnya aku sendiri yang bayar semua.

2. Mengubah status tanah dari pertanian ke kering (IPPT)
Sempet protes karena saat ini tanah tersebut hanya ditanami tebu, tapi kata si Notaris sekarang kalau pecah harus jadi tanah kering (pekarangan).

Katanya syarat pemecahan tanah sawah (sawah tidak bisa di pecah kecuali tanah warisan ). Oklah, akhirnya bayar 3.900.000 untuk mengubah status tanah seluas 700 m² ditambah biaya apa gitu aku lupa.

3. Memecah sertifikat jadi dua
Biayanya tiga juta rupiah per orang. Kata si notaris pertama sertifikat atas Nama Bapak Penjual harus dipecah dulu baru bisa dibalik nama. Jujur heran mengapa harus dua kali proses seperti ini, mengapa tidak dipecah langsung dengan nama baru. Katanya sih aturan sudah begitu.

Setelah membayar ini aku dihubungi oleh notaris kalau akan ada pengukuran tanah. Aku disuruh mencari dari perangkat desa sebagai saksi, biasanya kamituwo. Saksi lain adalah pemilik tanah yang berbatasan (kiri kanan depan belakang). Enggak harus datang semua namun kita perlu tanda tangan semua.

Kelar pengukuran aku ngasih duit untuk kamituwo sebagai ganti rugi sudah menganggu waktu istirahatnya. Untuk dua orang dari pertanahan cuma kasih rokok doang. Ogah banget bayar lagi, wong mereka udah digaji notaris (mungkin).

4. Terakhir balik nama sertifikat
Kemungkinan bayar lagi tapi udah 6 bulan lebih gak ada kabar. Kalau tidak salah katanya sih 3.000.000 untuk balik nama. Lama banget prosesnya, total udah hampir 11 bulan dari pertama kali ke notaris.

Sekian dulu pengalaman saya membeli tanah untuk pertama kalinya. Ohya terakhir kalau pengen beli tanah yang belum ada sertifikat, sebaiknya dibayar setelah pengukuran. Sering terjadi luas tanah petok itu berbeda dengan kenyataan di lapangan.

Edit April 2021: Lebih baik urus sendiri lebih murah. Jujur aku mendapatkan pengalaman apes. Dua tahun namun baru pecah saja, proses pengeringan super duper lama. Ini baru ngurus ke dispenda untuk pajak.

Kapok beli tanah separo, lain kali mending beli yang langsung utuh satu sertifikat. Nanti tinggal balik nama langsung beres, tidak perlu pecah ataupun IPPT. Kalau tujuannya untuk bangunan lebih baik langsung cari tanah kering/ pekarangan, jangan sawah.

Hal simpel namun penting bagi yang ingin membeli tanah di Jawa Tengah dan Timur adalah memahami 1 ru berapa meter. Ukuran ini lebih sering dipakai saat beli sawah atau kebun, sedangkan tanah untuk rumah sudah banyak yang pakai m².

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel